Jakarta, Kompas - Pembahasan rancangan amandemen Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau RUU PPN-PPnBM diarahkan untuk menghapus aturan pajak yang menyebabkan biaya tinggi. Diyakini, salah satu penyebab ekonomi biaya tinggi adalah PPN berganda yang diterapkan pada banyak transaksi.
Ketua Panitia Khusus DPR untuk Paket RUU Perpajakan Melchias Markus Mekeng mengungkapkan hal tersebut di Jakarta, Kamis (28/8).
Menurut Melchias, DPR mencermati transaksi-transaksi perdagangan yang selama ini terbebani penerapan PPN berganda. Pajak berganda tersebut menyebabkan daya saing produk Indonesia rendah meskipun berkompetisi di pasar domestik.
”Lihat produk China. Bagaimana mereka bisa menjual dengan begitu murah? Selain biaya produksi yang ditekan, pasti ada faktor tarif PPN yang rendah sehingga barang China itu sangat murah. Itu akan menjadi bahan pertimbangan kami,” ujarnya.
Melchias menyebutkan, salah satu contoh produk yang tak bisa bersaing akibat pajak berganda adalah minyak jagung. Akibat dibebani PPN sejak pembelian bibit hingga jadi minyak, produk turunan jagung tak bisa bersaing.
Sementara ini, daftar inventaris masalah (DIM) yang disampaikan pemerintah kepada DPR untuk RUU PPN mencapai sekitar 200 pasal. Jumlah DIM ini masih bisa berubah karena Panitia Khusus RUU PPN akan membuka luas kepada kelompok-kelompok masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan keluhannya melalui rapat dengar pendapat umum (RDPU). RDPU pertama dalam pembahasan RUU PPN akan digelar tanggal 3 September 2008.
Saat ini, masih ada tiga dari sepuluh fraksi di DPR yang belum menyampaikan usulan DIM RUU PPN, yakni Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN), Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS).
Insentif berlebihan
Anggota Panitia Kerja RUU PPN-PPnBM dari F-PAN, Dradjad Wibowo, mengatakan, fraksinya akan mematangkan DIM setelah mendapat masukan masyarakat sehingga tidak perlu mengubah DIM di saat pembahasan nanti. Namun, F-PAN dipastikan akan memperjuangkan penertiban insentif-insentif PPN-PPnBM yang dianggap berlebihan.
”Insentif PPN dan PPnBM yang diberikan kepada beberapa sektor usaha, termasuk industri makanan dan minuman, diberikan tanpa perhitungan dan evaluasi yang akurat mengenai dampak terhadap penerimaan negara dan efek atas industrinya. Insentif itu diberikan lebih karena lobi pelaku usaha dengan tim ekonomi, terutama di Kantor Menko Perekonomian,” tuturnya.
Selain memperjuangkan penghapusan pajak berganda di perbankan syariah, F-PAN juga menekankan agar ada batas bawah tarif PPN. Itu perlu agar tarif PPN lebih fleksibel dengan kondisi perekonomian.
Sementara itu, anggota Panitia Kerja RUU PPN-PPnBM dari F-PKS, Rama Pratama, menyebutkan, fraksinya akan memfokuskan perhatian pada dua hal. Pertama, menghapus pajak berganda pada transaksi syariah. Kedua, memperjuangkan pembebasan PPN dari semua unsur transaksi yang terkait dengan pendidikan.
”Seharusnya, mulai dari pembelian buku pelajaran hingga biaya sekolah tidak dibebani PPN,” katanya.
Transaksi syariah
Adapun fokus terhadap pajak berganda pada transaksi syariah dilakukan karena, ke depan, akan banyak pembiayaan syariah yang membantu pengembangan sektor riil, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah. Selama ini, ada beberapa jenis transaksi syariah yang diawali dengan penyerahan aset ke pihak ketiga, sebelum diperjualbelikan atau disewakan kepada nasabah. Akibatnya, ada dua kali transaksi yang dianggap layak dipajaki.
”Padahal, sebenarnya tidak ada dua kali transaksi. Itu yang ingin kami luruskan,” ujar Rama. (OIN)
[ Kembali ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar