Jumat, 05 September 2008

Inkubator Teknologi Atasi Kelesuan Lembaga Riset

Diunduh dari Harian KOMPAS, Jumat, 29 Agustus 2008

Jakarta, Kompas - Lembaga riset didorong untuk membentuk inkubator teknologi yang berperan memasarkan hasil-hasil penelitian secara profesional. Dengan demikian, proses pengembangan dan komersialisasi produk riset berjalan dan terjadi regenerasi peneliti.

Demikian dikatakan Syahril, Kepala Bidang Pendayagunaan Hasil Penelitian dan Pengembangan Badan Tenaga Nuklir Nasional, Kamis (28/8) di Jakarta.

Selama ini, penelitian dan pengembangan di lembaga riset pemerintah hanya tertumpuk dan sulit dipasarkan.

Menurut Syahril, model yang diterapkan Jerman dapat menjadi contoh. Di sana para inovator didorong membentuk perusahaan inkubator teknologi dengan dukungan modal ventura. Mereka diberi waktu dua tahun untuk memasarkan karyanya. Apabila usaha itu berhasil, mereka akan dilepas dan dapat mengembangkan perusahaannya. Namun, bila gagal, para inovator bisa kembali ke lembaga induknya.

”Ketika mereka telah sukses mengomersialisasikan hasil penelitiannya, mereka keluar dari lembaga riset yang membesarkannya. Kemudian ada perekrutan penggantinya,” ujarnya.

Untuk mendukung berdirinya perusahaan inkubator itu, Syahril menyarankan ruangan-ruangan di gedung Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Dewan Riset Nasional dijadikan kantor tim peneliti tempat mereka mengadakan temu bisnis dan etalase bagi produk mereka.

Tim peneliti atau inovator itu perlu didampingi para enterpreneur—bergelar MBA misalnya— yang memiliki jaringan luas. Untuk menggandeng swasta, pihaknya menggelar Forum Inovasi Teknologi (FIT) setiap tahun.

Pada FIT kedua yang diadakan di Puspiptek Serpong, Tangerang, Banten, Selasa (26/8), misalnya, terjadi kesepakatan tidak tertulis antara perusahaan multinasional di bidang petrokimia Clariant untuk memanfaatkan hasil litbang Batan, sejauh aplikasi inovasi itu mampu meningkatkan daya saing produknya di pasar dunia.

Komersialisasi hasil litbang

Selama ini hasil inovasi para peneliti Batan masih kurang termanfaatkan dan kurang diminati industri. Demikian diungkapkan Ferhat Aziz, Kepala Biro Hukum dan Humas Batan. Industri masih enggan menggunakan temuan baru, padahal inovasi itu lebih hemat dalam penggunaannya.

Kondisi itu tercermin pada survei yang dilakukan Kementerian Negara Ristek tahun 2005. Data itu menunjukkan, jumlah produk litbang iptek di sektor pemerintah yang dikomersialkan hanya sebesar 14,5 persen dari total produk. Sebagian besar produk yang berupa desain, model, prototipe, varietas benih, hingga peta belum didayagunakan.

Dari 24 aplikasi paten lembaga riset pemerintah yang tercatat di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum & HAM, hanya satu yang dikomersialisasikan. Di Batan, dari 6 paten yang didapat sejak tahun 2000 belum satupun yang diminati industri atau menjadi produk komersial. (YUN)

[ Kembali ]

Tidak ada komentar: