Kamis, 04 September 2008

Indonesia Patut Belajar dari China dan India

Sosial - Budaya
Diunduh dari Harian Jurnal Nasional, Jakarta | Kamis, 04 Sep 2008
by : Iskandar Haji Abdul Mutalib

Laju perekonomian China dan India menjadi magnet dunia

UNTUK membenahi roda perekonomian Indonesia yang karut-marut akibat terjangan badai krisis moneter pada 1997, pemerintah Indonesia diminta tidak hanya fokus membenahi perekonomian, melainkan juga faktor lain seperti faktor sosial, politik, hukum, dan budaya. Sebab, korelasi empat item tersebut menjadi kunci keberhasilan China dan India memperkuat sistem perekonomiannya.

Pendapat tersebut dikemukakan oleh Prof Joel Ruet associate researcher di Ecole des Mines Paris dan Leila Choukroune, asisten profesor di HEC Business School di Paris, dalam seminar di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Univeristas Indonesia (UI), kemarin dengan tema: The Success of Chinese & India Economics: Lesson & Challenges for Indonesia.

Tak bisa dimungkiri, laju perekonomian China dan India menjadi magnet dunia. Semua mata tertuju kepada kedua negara tersebut. Apalagi kemudian Amerika Serikat mengalami ancaman resesi ekonomi. China dan India, bersama dengan Rusia dan Brasil, dianggap mampu mengambil alih.

Menurut Leila Choukroune, pembicara dari Hec Paris, kurang lebih lima tahun para leadertertinggi pemerintahan China mencoba mengambil kebijakan yang berdamai dengan keinginan mayoritas masyarakat. Artinya, kebanyakan masyarakat di China menginginkan pemerintah tidak menerapkan sistem ekonomi tertutup melainkan sistem ekonomi bebas.

Namun, kata Leila, pemerintah tetap menguasai sejumlah sektor strategis yakni Badan Usaha Milik Negara (BUMN). China sangat ketat dalam urusan mengelola BUMN. Hanya sedikit BUMN dijadikan perusahaan terbuka. “Cara China mengelola BUMN layak ditiru oleh BUMN Indonesia,” katanya.

Joel Ruet mengatakan, Indonesia memiliki banyak kesamaan dengan India. "Kesamaan tersebut misalnya dalam hal populasi, keberagaman budaya, dan geografis. Maka itu, Indonesia harus lebih banyak belajar dari India ketimbang China," katanya.

Menurut Joel, kemajuan ekonomi China selama ini tidak sesuai dengan teori ekonomi mana pun yang selama ini ada. Sehingga pertumbuhan ekonomi China berpotensi mengeluarkan teori baru. Dikatakan, kebijakan dan strategi ekonomi yang diterapkan India pun senada. Sehingga, industri di kedua negara itu tumbuh cepat ke arah laju yang tidak pernah diprediksi oleh teori ekonomi sebelumnya.

Vencensius Yohanes Jolasa, Ph D, Ketua Departemen Filsafat FPIB bersepakat dengan kedua pembicara bahwa laju perekonomian kedua negara tidak terlepas dari konsep pembagian kekuasaan sebagai sebuah “payung” hukum. Karena kedua negara sangat menegakkan supremasi hukum.

[ Kembali ]

Tidak ada komentar: