Dikutip dari Rubrik Eksklusif, Harian Jurnal Nasional, Jakarta,Selasa, 14 Agt 2007
PERAIH Nobel Perdamaian 2006, Prof Dr Muhammad Yunus, untuk kali keempat berkunjung ke Indonesia. Kunjungannya yang kali ini kurang lebih lima hari dimanfaatkan untuk bertemu dan berdiskusi dengan antara lain, para pengusaha, pejabat publik seperti jajaran petinggi Bank Indonesia, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden M Yusuf Kalla, para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, dan sejumlah akademisi serta mahasiswa dari perguruan tinggi.
Yunus meraih penghargaan paling bergengsi di dunia tersebut atas jasa-jasanya membangun ekonomi dan sosial melalui Grameen Bank yang didirikannya pada 1 Oktober 1983. Dalam Bahasa Bangla, "grameen" berarti desa. Bank ini memberikan kredit mikro kepada kelompok miskin sejak tahun 1976. Awalnya, Yunus mengeluarkan uang sebesar US$27 dari sakunya sendiri. Lalu memberikan pinjaman kepada 42 perempuan Desa Jobra dekat Chittagong University. Uang itu digunakan untuk membantu kegiatan usaha mereka membuat furnitur berbahan dasar bambu.
Dalam kesehariannya, pria yang kerap berbusana grameen check (kemeja kotak-kotak dari tenun tradisional yang dilapis rompi dan celana panjang) ini mengatakan, dirinya bercita-cita mengentaskan kemiskinan di Banglades. Mimpi terbesarnya adalah melihat kemiskinan di dunia ini berakhir.
Bagi Yunus, obat penawar hati di kala sedih adalah pergi mengunjungi orang-orang desa, berkomunikasi dengan mereka, lalu memberikan bantuan agar rakyat miskin dapat mengubah hidupnya, keluar dari kemiskinan.
Nobel Perdamaian telah membuka aksesnya di seluruh dunia. "Kini, saya berbisik pun orang mendengar," katanya pada Jurnal Nasional. Berikut wawancara khusus Jurnal Nasional dengannya di Bandara Soekarno-Hatta sesaat sebelum dia bertolak ke Yogyakarta, Jumat (10/8) lalu.
PERAIH Nobel Perdamaian 2006, Prof Dr Muhammad Yunus, untuk kali keempat berkunjung ke Indonesia. Kunjungannya yang kali ini kurang lebih lima hari dimanfaatkan untuk bertemu dan berdiskusi dengan antara lain, para pengusaha, pejabat publik seperti jajaran petinggi Bank Indonesia, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden M Yusuf Kalla, para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, dan sejumlah akademisi serta mahasiswa dari perguruan tinggi.
Yunus meraih penghargaan paling bergengsi di dunia tersebut atas jasa-jasanya membangun ekonomi dan sosial melalui Grameen Bank yang didirikannya pada 1 Oktober 1983. Dalam Bahasa Bangla, "grameen" berarti desa. Bank ini memberikan kredit mikro kepada kelompok miskin sejak tahun 1976. Awalnya, Yunus mengeluarkan uang sebesar US$27 dari sakunya sendiri. Lalu memberikan pinjaman kepada 42 perempuan Desa Jobra dekat Chittagong University. Uang itu digunakan untuk membantu kegiatan usaha mereka membuat furnitur berbahan dasar bambu.
Dalam kesehariannya, pria yang kerap berbusana grameen check (kemeja kotak-kotak dari tenun tradisional yang dilapis rompi dan celana panjang) ini mengatakan, dirinya bercita-cita mengentaskan kemiskinan di Banglades. Mimpi terbesarnya adalah melihat kemiskinan di dunia ini berakhir.
Bagi Yunus, obat penawar hati di kala sedih adalah pergi mengunjungi orang-orang desa, berkomunikasi dengan mereka, lalu memberikan bantuan agar rakyat miskin dapat mengubah hidupnya, keluar dari kemiskinan.
Nobel Perdamaian telah membuka aksesnya di seluruh dunia. "Kini, saya berbisik pun orang mendengar," katanya pada Jurnal Nasional. Berikut wawancara khusus Jurnal Nasional dengannya di Bandara Soekarno-Hatta sesaat sebelum dia bertolak ke Yogyakarta, Jumat (10/8) lalu.
1. Apakah Anda melihat prospek cerah bagi Indonesia dalam menciptakan stabilitas ekonomi dan politik pascakrisis moneter 1998?
Saya melihat banyak perubahan di sini. Menjadi lebih percaya diri, perekonomian bergerak dan laju pertumbuhannya membaik, yakni dapat mencapai enam persen lebih. Saya juga melihat generasi muda bekerja lebih giat dan penuh percaya diri. Perkembangan bidang politik terlihat lebih teratur. Selama kunjungan ke Indonesia kali ini, saya menyaksikan langsung Pilkada DKI Jakarta. Ini adalah langkah yang sangat penting, yakni pertama kali diadakan pemilihan gubernur secara langsung di Jakarta. Demikian pula pilkada serupa yang terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia. Jadi, saya melihat memang ada perubahan yang sangat maju.
2. Apa cara yang paling efektif untuk mengentaskan kemiskinan, khususnya di Indonesia dan negara-negara lain di Asia pada umumnya?
Masalah ini (kemiskinan) biasa terjadi. Kemiskinan tidak hanya terjadi di Asia, tapi di seluruh belahan dunia. Satu hal yang biasa dilakukan dalam mengatasi kemiskinan adalah memberikan layanan dan fasilitas yang disediakan institusi bagi kaum miskin. Sepertinya, fasilitas perbankan tak pernah tersedia bagi mereka. Kita perlu memberikan layanan finansial bagi kalangan miskin, ini adalah hal yang sangat penting.
Demikian pula bidang teknologi informasi yang umumnya hanya dapat dijangkau oleh kalangan mampu. Nah, bidang teknologi informasi ini juga seharusnya dapat menjangkau kaum miskin, sehingga mereka dapat memanfaatkan informasi dan jaringan yang ada di dalamnya.
Pada akhirnya mereka dapat mengubah hidupnya. Generasi muda harus dapat melakukan perubahan besar-besaran dalam mengatasi kemiskinan. Niscaya, jika seluruh upaya-upaya tersebut dikombinasikan, maka ini adalah cara ampuh untuk keluar dari kemiskinan. Tentunya hal-hal tersebut harus didukung oleh kondisi perekonomian yang baik seperti laju pertumbuhan tinggi, inflasi yang rendah dan lain-lain.
3. Dari mana sumber finansial itu seharusnya berasal?
Masalahnya bukan pada uang. Ada dana yang cukup di dalam suatu negara. Jika kita menyediakan layanan kredit mikro, yang dilakukan adalah menarik deposit. Seperti yang dilakukan oleh perbankan, menarik deposit dari nasabah dan meminjamkan dana tersebut kepada kaum miskin.
Kita tidak harus meminta dana besar pada pemerintah atau bahkan Bank Dunia atau donor mana pun. Kita hanya menciptakan masalah bagi diri sendiri jika melakukan hal tersebut. Nasabah yang menyetor uangnya juga bisa mendapatkan keuntungan. Uang yang mereka setor dapat memajukan bank dan uang tersebut dapat dipinjamkan kepada kaum miskin agar hidup mereka berubah. Hal tersebut harus berlangsung secara simultan.
4. Pernah diberitakan bahwa Anda mendirikan Grameen Bank karena terinspirasi kepemimpinan seorang tokoh pendiri Bangladesh Academy for Rural Development, Dr Akhtar Hameed Khan?
Kala itu Dr Khan ingin membangun sebuah koperasi. Layanan koperasi itu ditujukan kepada para petani. Dedikasi dan kesederhanaan hidupnya menginspirasi banyak orang. Itulah yang terjadi pada saya ketika menjadi seorang guru yang independen. Setiap orang dapat melakukan hal serupa seperti Dr Khan. Saya sendiri tak pernah bekerja dengan Dr Khan, tapi apa yang dilakukannya memang berdampak besar.
5. Apa kesalahan negara berkembang sehingga kemiskinanannya sulit diatasi?
Kemiskinan terjadi karena peninggalan masa lalu. Bukan karena terjadi begitu saja. Kemiskinan karena peninggalan masa lalu itu terjadi di mana-mana. Negara yang saat ini kaya sekalipun, dulunya pernah miskin. Ratusan tahun lalu, semua negara juga ditimpa kemiskinan. Tapi, sekarang ini semua itu berubah. Sebagai contoh, wabah kelaparan pernah terjadi di Irlandia dan masyarakatnya menjadi miskin. Bahkan, negara-negara seperti Prancis dan Jerman pun pernah mengalami kemiskinan di abad lalu. Jadi, masalah kemiskinan bukan hal yang aneh bagi negara-negara di Asia dan negara lainnya. Kemiskinan berpindah.
Kita memiliki masalah kemiskinan karena penjajahan selama bertahun-tahun. Sehingga kita pernah tidak berkesempatan mengendalikan negeri sendiri untuk maju. Nah, setelah merdeka kita memerlukan paket kebijakan yang benar dan institusi yang benar. Akhirnya, sebenarnya kemiskinan bukan diakibatkan oleh kaum miskin, tapi oleh peranan institusi dan kebijakan yang kurang tepat. Jadi, kita harus benahi peranan institusi dan kebijakan.
6. Faktor apakah yang paling menonjol sebagai penyebab kemiskinan, masalah politik, ekonomi atau rendahnya kemauan individu untuk maju?
Faktor yang paling utama adalah institusi (institusi keuangan, pemberi kredit, pelaku informasi teknologi). Sebagai contoh, Banglades dikenal sebagai negara yang sangat korup dan tidak bersistem politik yang baik, terlalu banyak terjadi kekerasan. Tapi, masyarakatnya bergerak meninggalkan kemiskinan. Karena institusi seperti Grameen Bank sebagai kreditor berjalan lancar, teknologi informasi tumbuh cukup baik.
Jadi, hal-hal inilah yang lebih penting untuk dilakukan daripada hal lainnya seperti menunggu sampai suatu negara memiliki pemerintahan yang bersih. Saya tidak bilang pemerintahan yang bersih itu tidak penting. Saya tegaskan, pemerintahan yang bersih itu sangat penting. Tapi, jangan tunggu sampai pemerintahan menjadi bersih dulu, baru mengatasi kemiskinan dilakukan kemudian, tidak! Sementara kita berjuang untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, kita juga harus berjuang untuk hal-hal lain secara simultan.
7. Apa cita-cita Anda waktu masih anak-anak?
Ya, seperti anak-anak pada umumnya. Saya ingin menjadi petugas pemadam kebakaran, ingin menjadi penerbang, ingin menjadi masinis. Tapi, lama-kelamaan ketika menjadi mahasiswa, saya ingin menjadi pengacara hukum. Karena saya pikir kala itu, pengacara dapat lebih berguna bagi masyarakat dibanding profesi lainnya. Tapi, kemudian cita-cita itu berubah, saya ingin menjadi ekonom. Maka saya selesaikanlah pendidikan di bidang ekonomi, lalu saya menjadi pendidik. Cita-cita terakhir saya, ingin menjadi guru yang baik.
8. Apakah menerima penghargaan Nobel Perdamaian merupakan bagian dari rencana hidup Anda? Apa rencana Anda berikutnya?
Saya tak pernah berencana mendapatkan Nobel. Tapi, memang banyak orang yang membicarakan itu 14 hingga 15 tahun terakhir. Lalu, ada spekulasi di berbagai media massa mendekati masa pemilihan Nobel Perdamaian. Dan spekulasi tahun itu adalah mungkin... Profesor Yunus yang mendapat anugerah penghargaan tersebut. Namun, saya tak pernah menyadarinya sampai orang-orang bertanya: "Anda layak untuk menerimanya, mengapa Anda tak mencalonkan diri mendapatkan Nobel?" Saya menjawab, "Saya tidak ingin melakukannya, biarlah orang lain yang menilai."
Saya melakukan sesuatu bukan untuk mengejar penghargaan, tapi untuk meraih kesuksesan dari sebuah pekerjaan yang dilakukan. Setelah meraih Nobel ini, saya akan meneruskan apa yang sudah saya kerjakan selama ini. Kini banyak hikmah yang bisa saya petik. Saya dapat bertemu dengan orang yang sebelumnya tak bisa. Banyak pintu terbuka dan setiap orang akan mendengar. Sebelumnya, jika saya berteriak sekalipun, tak ada orang mendengar. Tapi sekarang, saya hanya berbisik saja, orang pasti akan mendengar.
9. Siapa idola Anda?
Tak ada idola yang spesifik. Beberapa yang saya idolakan adalah musisi asal Banglades. Waktu kuliah dulu, saya menggemari Bob Dylan.
Sally Piri/Jurnal Nasional
[Kembali]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar